Minggu, 24 Juli 2016

Pendidikan karakter

MAKALAH
“Konsep Dasar Pendidikan Karakter dan Manajemen Pendidikan Karakter sebagai Sistem Ilmu”
Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Karakter
Dosen Pengampu :  Prof. Dr. H. Sanusi Uwes, M.Pd.
                             H. Amirulloh Syarbini, M. Ag.










Disusun oleh :
Kelompok I
Mela Amaliani
Mohamad Faisal Fahmi
Sinta Setiani





UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
BANDUNG
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur dengan tulus dipersembahkan kehadirat Allah SWT . Dialah Tuhan yang menurunkan agama melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul pilihan-Nya, Nabi Muhammad SAW. Melalui agama ini terbentang luas jalan lurus yang dapat mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia di dunia dan akhirat.
Agama yang disampaikan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad SAW, kian hari terasa semakin dibutuhkan oleh umat manusia yang mendambakan kehidupan yang tertib, aman dan damai.
Namun bersamaan dengan itu pada setiap pundak kaum Muslimin terdapat tugas suci untuk menyampaikan risalah Nabi Muhammad SAW. Itu kepada generasi berikutnya hingga akhir zaman. Menyampaikan risalah tersebut dapat dilakukan melalui lisan, tulisan, perbuatan.
Ketidak sempurnaan maupun kekeliruan yang mungkin dijumpai dalam makalah ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Untuk itu tegur sapa yang sifatnya membangun dari siapapun datangnya, menurut penulis merupakan hal yang esensial. Bukan saja untuk mendekati kesempurnaan dan meniadakan kesalahan, namun yang lebih penting dapat menjadi pendorong kuat bagi penulis guna mengembangkan potensi keingin tahuan, keluasan wawasan berfikir, dan diharapkan akan lebih memperkokoh akar kearifan,
Akhirnya, semoga Makalah ini bermanfaat, dan hanya kepada Allah SWT jualah penulis berserah diri dan mengembalikan segalanya.                 
Bandung,  Febuari 2011
 BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar belakang
Akhir-akhir ini, semakin marak kasus-kasus yang sejatinya bersimpangan dengan nilai-nilai agama, budaya dan falsafah bangsa. Hal ini menimbulkan banyak kerisauan dan kekhawatiran akan indonesia di masa yang akan datang, apakah menjadi negeri yang amoral yang tentunya bukan jati diri dari bangsa indonesia.
Tidak sedikit kita mendengar dan menyaksikan kasus-kasus asusiala (pelecehan seksual, Pemerkosaan, seks bebas, peredaran foto dan video porno), penyalah gunaan narkoba, pembunuhan, pertengkaran/ bentrokan, korupsi, kolusi dan nepotisme. Serta yang sangat miris, hal-hal tersebut terjadi di kalangan pejabat (elit politik) dan praktisi pendidikan seperti pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru terhadap muridnya, hal ini merupakan indikasi dekadensi moral di indonesia ini. Berdasarkan indeks persepsi korupsi (IPK), yang dikutip oleh Amirulloh Syarbini (2012), praktik korupsi di indonesia tahun 2009 naik menjadi 2,8% dari 2,6% pada tahun 2008. Dan hal tersebut mengantarkan indonesia pada urutan 111 dari 180 negara yang disurvei IPK-Nya oleh Tranparancy International. Direktur Remaja dan perlindungan Hak-hak Reproduksi BKKBN, M.Masri Muadz, Mengatakan bahwa 63% remaja Indonesia pernah melakukan seks bebas. Sedangkan remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9% dari total jumlah korban. Selain itu berdasarkan data yang diperoleh dari pusat pengendalian gangguan sosial DKI Jakarta, bahwa pelajar SD, SMP, dan SMA, yang terlibat tawuran mencapai 0,8% atau sekitar 1.318 siswa dari total 1.645.835 siswa di DKI jakarta.[1]
Hal tersebut tidak bisa dipungkiri bahwa mulai menghilangnya nilai-nilai kebikan dari manusia itu sendiri, seperti yang di katakan  Ary Ginanjar dalam Hari Gunawan, karakter dasar yakni; jujur, tanggung jawab, disiplin, visioner, adil, peduli dan kerjasama.[2] Oleh karenanya perlu adanya upaya untuk menanamkan dan menjadikan  nilai-nilai luhur tersebut kembali menjadi karakter bangsa. Salah satu upayanya yaitu penerapan pendidikan karakter yang baru-baru ini mencuat sekitar pada tahun 2005-an hal tersebut secara implisit ditegaskan dalam RPJPN.
Pada makalah ini penulis mencoba untuk membahas mengenai kosep pendidikan karakter tersebut, dan untuk mengarahkan penyusunan maka di di buat rumusan masalah.

2.      Rumusan masalah
a.       Apa pengertian pendidikan karakter?
b.      Apa pentingnya pendidikan karakter?
c.       Apa tujuan pendidikan karakter?
d.      Apa  definisi Manajemen Pendidikan Karakter?
e.       Bagaimana Ruang lingkup Manajemen Pendidikan Karakter?
f.       Apa Manfaat Manajemen Pendidikan Karakter?

3.      Tujuan
a.       Menjelaskan pengertian pendidikan karakter
b.      Menjelaskan pentingnya pendidikan karakter
c.       Menjelaskan pendidikan karakter
d.      Menjelaskan definisi pendidikan karakter
e.       Menjelaskan ruanglingkup manajemen pendidikan karakter
f.       Menjelaskan manfaat manajemen pendidikan karakter


BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR PENDIDIKAN KARAKTER

A.                Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut poerwadarminta dalam Amirulloh Syarbini (2012) Secara etimologis, kata karakter mempunyai arti tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seserang dengan orang lain.
Menurut Martin H. Manser dalam Amirulloh Syarbini (2012) kata karakter berasal dari bahasa inggris Character yang mempunyai arti a distinctive differentiating mark, tanda atau sifat yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Dan secara terminologi, menurut Doni Kusuma dalam Amirulloh Syarbini (2012), bahwa karakter sering diasosiasikan dengan tempramen yang memberinya definisi yang menentukan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan.
Dalam kamus sosiologi, istilah karakter menurut sunarta (2011) dalam Amirulloh Syarbini (2012) adalah ciri khusus dari struktur dasar kepribadian seseorang (watak).
Menurut Endang Sumantri (2011) dalam Amirulloh Syarbini (2012) kata kata karakter dapat dilacak dari kata latin kharakter, kharassein dan kharax, yang maknanya tools for making, to engrave, dan pointed stake. Dan kemudian banyak digunakan dalam bahasa prancis pada abad ke-14 yaitu character dan kemudian masuk kedalam bahas inggris menjadi ‘character’ sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia “Karakter”.
Menurut Waynne (2007) dalam Amirulloh Syarbini (2012) bahwa kata karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti to mark (menendai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.  Sehingga istilah karate erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Menurut Alport seorang tokoh psikologi Amerika dalam Amirulloh Syarbini (2012) mendefinisikan bahwa karakter sebagai penentu bahwa seseorang sebagai pribadi.
Menurut Freud dalam Amirulloh Syarbini (2012), Character is striving system which underly behavior.
Menurut Philips dalam Amirulloh Syarbini (2012) karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistim, yang melandasi pemikiran sikap dan perilaku yang ditampilkan.
Menurut Ahmad Tafsir dalam Amirulloh Syarbini (2012), menganggap bahwa karakter lebih dekat atau sama dengan akhlak , yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia, sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Menurut Amirulloh Syarbini (2012) dalam bukunya yang berjudul “buku pintar pendidikan karakter” menyebutkan  bahwa karakter adalah sifat yang mantap, stabil dan khusus yang melekat dalam pribadi seseorang yang membuatnya bersikap dan bertindak secara spontan, tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan dan tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu.
Berdasarkan dari pendapat para ahli tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa karakter adalah suatu sikap yang melekat dan cerminan khas seseorang yang dihasilkan dari pengalaman dan keyakinannya, sehingga membuatnya bersikap dan bertindak secara spontan, tanpa adanya pertimbangan pemikiran terlebih dahulu.
Istilah pendidikan karakter pertama kali muncul atau mulai dikenalkan sejak tahun 1990-an.  Dan tokoh pengusung adanya pendidikan karakter adalah Thomas lickona, trebukti ketika ia menulis buku yang berjudul “The return of Character education” kemudian disusul dengan buku lainnya yang berjudul “Education Character: How our School can Teach Respect and responsibility (1991).
Sedangkan di Indonesia sendiri istilah pendidikan karakter mulai diperkenalkan sekitar tahun 2005-an. Hal itu secara implicit ditegaskan dalam rencana Pembangunan jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, dimana pendidikan karakter di tempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan Nasional, yaitu” mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah pancasila.”
Pengertian pendidikan karakter Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010), disebutkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan nilai[3], pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan akhlak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Sehingga pendidikan karakter bukan hanya sebatas pada trsnformasi ilmu atau pengetahuan tentang kebaikan akan tetapi pendidikan karakter itu sebagai upaya untuk menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik.
Menurut Thomas Lickona (1991) dalam Heri Gunawan (2012), pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dsb.
Menurut Elkin dan Sweet (2004) yang dikutip Heri Gunawan (2012) pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila. Sedangkan menurut Heri Gunawan (2012) pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.
Menurut Megawangi dalam Amirulloh Syarbini (2012) pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Menurut fakhry Gaffar (2010) dalam Amirulloh Syarbini (2012), menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang, sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.
Menurut Amirulloh Syarbini (2012), pendidikan Karakter Adalah bukan jenis mata pelajaran seperti PAI, PMP (pendidikan Moral Pancasila) atau lainnya, tapi merupakan proses internalisasi atau penanaman nilai-nilai positif kepada peserta didik agar mereka memiliki karakter yang baik (good Character) sesuai dengan nilai-nilai yang dirujuk, baik dari agama, budaya, maupun falsafah bangsa.
Dan inti pendidikan karakter bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan kepada peserta didik tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Namun lebih dari itu pendidikan karakter adalah proses menanamkan (internalisasi) nilai-nilai positif kepada peserta didik melalui metode dan strategi yang tepat.[4]
            Pendidikan karakter yang merupakan salah satu proiritas penegmbangan nasional 2010, selaras dengan tujuan pendidikan Nasional, pendidikan karakter yang di harapkan bukanlah subjek yang berdiri sendiri atau nilai yang diajarkan, namun lebih merupakan upaya penanaman nila-nilai melalui mata pelajaran secara terintegrasi.[5]
Atas pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya internalisasi nilai-nilai luhur[6], khususnya kepada peserta didik sebagai upaya untuk melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME yang tercermin dalam perilaku yang sesuai dengan aturan, norma, agama dan budaya.

  1. Urgensi Pendidikan Karakter
Menurut Thomas Lickona (1990) dalam Amirulloh Syarbini (2012), urgensi pendidikan karakter diantaranya:
1.      Banyak generasi muda yang saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral,
2.      Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama,
3.      Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak memperoleh sedikit pengajaran moral dan orang tua, masyarakat, atau  lembaga keagamaan,
4.      Adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaa, rasa hormat, dan tanggung jawab,
5.      Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, oleh, dan untuk masyarakat,
6.      Tidak ada suatu pendidikan bebas nilai, pengajaran nilai –nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain.
7.      Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus jadi guru yang baik, dan
8.      Pendidikan yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat dan mengacu pada perfonmance akademik yang meningkat.[7]
Menurut Amirulloh Syarbini (2012), bahwa urgensi pendidikan karakter adalah sejatinya memberikan motivasi serta pencerahan bagi pemerintah, para pendidik, insane akademik serta stekholders pendidikan pada umumnya untuk segera sadar dan bangkit berupaya mencari solusi agar pendidikan karakter ini dapat diimplementasikan dengan segera di sekolah/madrasah dan juga dirumah.
Dan menurut Mahatma Gandhi yang dikutip oleh Wiratman dalam Amirulloh Syarbini (2012) menyatakan  salah satu dosa fatal dari proses pendidikan adalah pendidikan tanpa karakter (education without Character). Menurut marthin luthet king menyatakan intelligence plus character that is the goal of the true education (kecerdasan plus karakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Theodeore Rosevhelt berpendapat, to education person in mind and nation morals is to educate a manace to society (mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak  dan bukan moral adalah ancaman berbahaya pada masyarakat). Dan pendidikan karakter diyakini sebagai aspek penting dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa.[8]

  1. Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut Daharma, dkk (2011) dalam Amirulloh Syarbini (2012), tujuan penting pendidikan karakter adalah memfasilitasi pengetahuan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).
Para ahli membagi tujuan pendidikan karakter pada dua bagian:
1.      Tujuan pendidikan karakter bagi peserta didik, mendorong tercapainya keberhasilan belajar peserta didik, serta bertujuan untuk mendewasakan peserta didik agar memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai moral yang paripurna, serta seimbang antara kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
2.      Tujuan pendidikan karakter bagi pendidik/ guru, diharapkan menjadi sebuah primer efek, yang dapat memberi serta menjadikan dirinya suri tauladan bagi semua lingkungan sekolah, terutama kepada siswa/peserta didik, sehingga guru memilki profesionalisme serta tanggung jawab penuh untuk membangun peradaban bangsa melalui lembaga pendidikan.[9]
Menurut Ramli (2003) yang dikutip oleh Hari gunawan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Dengan demikian tujuan adanya dan diselenggarakannya pendidikan karakter sebagi upaya untuk menjadikan manusia Indonesia khususnya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mempunyai akhlak mulia serta memilki tanggung jawab yang tinggi dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Pendidikan karakter berfungsi:
1.      Menegembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik dan berperilaku baik
2.      Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultural
3.      Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia

MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI SISTEM ILMU

  1. Makna Manajemen Pendidikan karakter
Menurut Stoner(1992) dalam Engkoswara dan Aan Komariah (2012) Manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah di tetapkan.
Menurut Goerge R. Terry (1996) dalam Engkoswara dan Aan Komariah (2012) mendefinisikan “ manajemen suatu proses yang jelas terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilaksanakan untuk menentukan serta melaksanakan sasaran/tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan sumber daya dan sumber-sumber lainnya.
Berdasarkan pada dua asumsi di atas mengenai manajemen, sehingga jika ditarik kepada pengertian manajemen pendidikan karakter adalah suatu proses yang jelas dan kontinyu yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengewasan atau evaluasi dalam upaya mencapai tujuan pendidikan karakter yaitu; membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, toleran, gotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.[10]

  1. Cakupan/ Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan Karakter
Ruang lingkup manajemen pendidikan karakter pada dasarnya sama dengan ruang lingkup pendidikan itu sendiri, atau meliputi dari komponen-komponen pendidikan yaitu, tujuan, Kurikulum, Pendidik, Peserta didik, Metode, Alat, Pembiayaan, Program dan Evaluasi pendidikan. Dalam komponen-komponen tersebut upaya penanaman nilai-nilai atau pendidikan karakter berproses sehingga dengan di Menej upaya internalisasi nilai-nilai luhur dapat terealisasi dan tercapai. Dan perlu di tekankan bahwa pendidikan karakter bukan berbentuk kurikulum semata dalam artian berbentuk mata pelajaran atau proses menghapal materi mengenai nilai, akan tetapi berbentuk pembiasaan untuk berbuat baik, berlaku atau menerapkan nilai-nilai luhur dalam setiap aspek dan kegiatan sehari-hari. Yang tentunya lembaga pendidikan sebagai ikon untuk memahamkkan  “knowing the good, loving the good, acting the good”.
Ruang lingkup  dari pendidikan karakter menurut H. Amirulloh Syarbini, M. Ag diantaranya:
1)      Olah pikir (cerdas, inovatif, kritis, ingin tahu, dll)
2)      Olah Fisik ( Bersih, Sehat, disiplin )
3)      Olah Rasa ( Ramah, Saling Menghargai)
4)      Olah Hati ( Beriman, Bertaqwa, Jujur, Amanah dan Adil)

  1. Manfaat manajemen Pendidikan Karakter
Manfaat dilakukannya Manajemen Pendidikan Karakter adalah agar pelaksanaan penanama/internalisasi nilai-nilai luhur terencana secara sistematis dan dapat di evaluasi secara tepat, sehingga mencapai tujuan dari pandidikan karakter itu sendiri  sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, secara efektif dan efisien.

G.    Manajemen Pendidikan Karakter Sebagai Sistem Ilmu
Menurut Johnson, Kast dan Rosenzwig (1973) dalam Engkoswara dan Aan Komariah (2012)mengemukakan bahwa “System is an organized or complex whole, an assemblage or combination of things or parts forming a complex or unitary whole,” dari pengetian ini jelas bahwa yang disebut sistem ditandai oleh adanya kesatuan yang terorganisasi atau oleh adanya himpunan atau kombinasi dari bagian-bagian yang kompleks yang menyatu.
Atau Suatu komponen-komponen yang  satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling mempengaruhi satu sama yang lainnya.
Sehingga manajemen pendidikan karakter  sebagai ilmu mempunyai arti bahwa manajemen pendidikan karakter merupakan kesatuan dari berbagai ilmu yang satu sama lainnya mempunyai keterkaitan dan saling mempengaruhi. 

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
karakter adalah suatu sikap yang melekat dan cerminan khas seseorang yang dihasilkan dari pengalaman dan keyakinannya, sehingga membuatnya bersikap dan bertindak secara spontan, tanpa adanya pertimbangan pemikiran terlebih dahulu.
pendidikan karakter adalah upaya internalisasi nilai-nilai luhur , khususnya kepada peserta didik sebagai upaya untuk melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME yang tercermin dalam perilaku yang sesuai dengan aturan, norma, agama dan budaya.
Pendidikan karakter perlu adanya, karena belakangan ini makin marak nya kasus-kasus amoral yang seyogyinya, itu merupakan adanya ketidak beresan dalam poses pendidikan yang terindikasi hanya kognitif semata upaya penegmbangan potensinya, sehingga menjadikan lulusan yang  pintar kognitif dan hampa akan nilai-nilai kebaikan.
Tujuan adanya dan diselenggarakannya pendidikan karakter sebagi upaya untuk menjadikan manusia Indonesia khususnya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mempunyai akhlak mulia serta memilki tanggung jawab yang tinggi dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Manajemen pendidikan karakter adalah suatu proses yang jelas dan kontinyu yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengewasan atau evaluasi dalam upaya mencapai tujuan pendidikan karakter yaitu; membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, toleran, gotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA
Amirulloh Syarbini. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter. Bandung: as@-prima pustaka.
Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung. Alfabeta.
Engkoswara dan Aan komariah. 2012. Administrasi Pendidikan. Bandung. Alfabeta
Susilawati. Karakter religius Pembelajaran IPA. Dalam jurnal Media Pendidikan FTk UIN SGd Bandung.volume: XXVVII, Nomor 1, 2012/1433




[1] Amirulloh Syarbini. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter. Bandung: as@-prima pustaka. Hal 8
[2] Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung. Alfabeta. Hal 32
[3] Nilai adalah suatu jenis kepercayaan, yang letaknya berpusat pada sistem kepercayaan seseorang, tentang bagaiman seseorang sepatutnya, atau tidak sepatutnya dalam melakukan sesuatu, atau tentang apa yang berharga dan yang tidak berharga untuk dicapai. (Djahiri.1978) dalam Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung. Alfabeta. Hal 31
[4] Amirulloh Syarbini. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter. Bandung: as@-prima pustaka. Hal 25
[5] Susilawati. Karakter religius Pembelajaran IPA. Dalam jurnal Media Pendidikan FTk UIN SGd Bandung.volume: XXVVII, Nomor 1, 2012/1433
[6] Diantara nilai luhur, KEMENDIKNAS (2010) yan dikutip dalam Hari Gunawan, 5 kelompok nilai-nllai karakter yang semuanya berjumlah 80 butir, 1) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannnya dengan tuhan YME, 2) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri, 3) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, 4) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, 50 nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan kebangsaan. Untuk lebih lanjut dan rinci, lihat Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung. Alfabeta. Hal 33
[7] Amirulloh Syarbini. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter. Bandung: as@-prima pustaka. Hal 20
[8] Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung. Alfabeta. Hal 28
[9] Amirulloh Syarbini. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter. Bandung: as@-prima pustaka. Hal 23
[10] Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung. Alfabeta. Hal 30

1 komentar:

  1. Best Casino Sites to Bet on Real Money in 2021 - MapYRO
    Find the best casino 용인 출장마사지 sites 서산 출장샵 to bet on real money. 포항 출장안마 통영 출장마사지 The following casinos have 논산 출장샵 great slots, table games, and bingo games available to play.

    BalasHapus